Pencemaran nama baik merupakan suatu tindakan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang melalui lisan ataupun tulisan. Pencemaran nama baik dikatagorikan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai sebuah tindakan penghinaan, hal mana terlihat dari dimasukannya pasal pencemaran nama baik ke dalam Bab XVI Tentang Penghinaan.
Beberapa pasal yang mengatur tentang pencemaran nama baik dalam KUHP yaitu sebagai berikut :
Pasal 310 ayat (1) KUHP
Tindakan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan cara menuduhkan sesuatu hal tertentu, dengan maksud (sengaja) agar tuduhan itu tersiar kepada banyak orang atau diketahui oleh umum. Ancaman pidana pada pasal ini adalah penjara paling lama sembilan bulan.
Pasal 310 ayat (2) KUHP
Seseorang hanya dapat dituntut dengan pasal ini jika melakukan tindakan menyerang kehormatan atau mencemarkan nama baik seseorang melalui tulisan atau gambar. Ancaman pidananya adalah penjara paling lama satu tahun empat bulan.
Pasal 311 KUHP
Perbuatan pada Pasal 310 ayat (1) dan ayat (2) KUHP di atas tidak dapat dihukum jika tuduhan tersebut untuk membela kepentingan umum atau karena terpaksa membela diri. Apabila pelaku tidak membuktikan tuduhannya tersebut, dan ternyata tuduhan itu bertentangan dengan apa yang diketahuinya, maka dapat dikenakan Pasal 311 KUHP ini yaitu fitnah dengan ancaman pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 317 KUHP
Yaitu perbuatan yang dengan sengaja memasukkan surat pengaduan palsu kepada penegak hukum, atau menyuruh menulis surat pengaduan palsu itu sehingga berakibat pada tercemarnya kehormatan atau nama baik seseorang. Perbuatan ini dinamakan pengaduan fitnah yang ancamannya pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 318 KUHP
Seseorang dapat terjerat dengan pasal ini jika dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan orang lain secara tidak benar terlibat dalam tindak pidana, sehingga kehormatan atau nama baik orang tersebut menjadi tercemar. Misalnya menaruh barang bukti hasil kejahatan pada orang lain agar orang tersebut dituduh melakukan kejahatan. Perbuatan ini diancam pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 320 KUHP
Yaitu pencemaran nama baik terhadap orang yang sudah meninggal dengan ancaman pidana penjara paling lama dua bulan empat minggu.
Pasal 321 KUHP
Pasal ini sama seperti pencemaran nama baik Pasal 310 ayat (2) KUHP yaitu melalui tulisan atau gambar, hanya bedanya ditujukan kepada terhadap orang yang sudah meninggal. Ancaman pidana pasal ini adalah penjara paling lama satu bulan dua minggu.
Pencemaran nama baik di media sosial
Aturan hukum pencemaran nama baik di media sosial terdapat pada Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (3) UU No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang mana dalam penjelasan UU tersebut dikatakan bahwa ketentuan mengenai pencemaran nama baik dan/atau fitnah tetap memacu pada ketentuan yang diatur dalam KUHP. Ancaman pidana pasal ini cukup berat yaitu penjara paling lama empat tahun.
Dalam pelaksanaannya, Pasal 27 ayat (3) UU ITE ini sering menimbulkan multitafsir dan kontroversi di masyarakat. Atas dasar itu kemudian Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, dan Kapolri menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 229, Nomor 154, Nomor KB/2/VI/2021 Tahun 2021 Tentang Pedoman Implementasi atas Pasal Tertentu dalam UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang mana isinya menyatakan :
Sesuai dasar pertimbangan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 Tahun 2008, dan Penjelasan Pasal 27 ayat (3) UU ITE, pengertian muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik merujuk dan tidak bisa dilepaskan dari ketentuan Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP. Pasal 310 KUHP merupakan delik menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal agar diketahui umum. Sedangkan Pasal 311 KUHP berkaitan dengan perbuatan menuduh seseorang yang tuduhannya diketahui tidak benar oleh pelaku.
Dengan pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 Tahun 2008 tersebut maka dapat disimpulkan, bukan delik pidana yang melanggar Pasal 27 ayat (3) UU ITE jika muatan atau konten yang ditransmisikan, didistribusikan, dan/atau dibuat dapat diaksesnya tersebut adalah berupa penghinaan yang katagorinya cacian, ejekan, dan/atau kata-kata tidak pantas. Untuk perbuatan yang demikian dapat menggunakan kualifikasi delik penghinaan ringan sebagaimana dimaksud Pasal 315 KUHP yang menurut Penjelasan UU ITE dan Putusan Mahkamah Konstitusi, tidak termasuk acuan dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE.
Bukan delik yang berkaitan dengan muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE, jika muatan atau konten yang ditransmisikan, didistribusikan, dan/atau dibuat dapat diaksesnya tersebut adalah berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan.
Dalam hal fakta yang dituduhkan merupakan perbuatan yang sedang dalam proses hukum, maka fakta tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu kebenarannya sebelum Aparat Penegak Hukum memproses pengaduan atas delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik UU ITE.
Delik pidana Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah delik aduan absolut sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 45 ayat (5) UU ITE. Sebagai delik absolut, maka harus korban sendiri yang mengadukan kepada Aparat Penegak Hukum, kecuali dalam hal korban masih di bawah umur atau dalam perwalian.
Korban sebagai pelapor harus orang perseorangan dengan identitas spesifik dan bukan institusi, korporasi, profesi, atau jabatan.
Fokus pemidanaan Pasal 27 ayat (3) UU ITE bukan dititikberatkan pada perasaan korban, melainkan pada perbuatan pelaku yang dilakukan secara sengaja (dolus) dengan maksud mendistribusikan/mentransmisikan/membuat dapat diaksesnya informasi yang muatannya menyerang kehormatan seseorang dengan menuduh suatu hal supaya diketahui umum (Pasal 310 KUHP).
Unsur “supaya diketahui umum” (dalam konteks transmisi, distribusi, dan/atau membuat dapat diakses) sebagaimana harus dipenuhi dalam unsur pokok (klacht delict) Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP yang menjadi rujukan Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang harus dipenuhi.
Kriteria “supaya diketahui umum” dapat dipersamakan dengan “agar diketahui publik”. Umum atau publik sendiri dimaknai sebagai kumpulan orang banyak yang sebagian besar tidak saling mengenal.
Kriteria “diketahui umum” bisa berupa unggahan pada akun sosial media dengan pengaturan bisa diakses publik, unggahan konten atau mensyiarkan sesuatu pada aplikasi grup percakapan dengan sifat grup terbuka dimana siapapun bisa bergabung dalam grup percakapan, serta lalu lintas isi atau informasi tidak ada yang mengendalikan, siapapun bisa upload dan berbagi (share) keluar, atau dengan kata lain tanpa adanya moderasi tertentu (open group).
Bukan merupakan delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dalam hal konten disebarkan melalui sarana grup percakapan yang bersifat tertutup atau terbatas, seperti grup percakapan keluarga, kelompok pertemanan akrab, kelompok profesi, grup kantor, grup kampus atau institusi pendidikan.
Untuk pemberitaan di internet yang dilakukan institusi Pers, yang merupakan kerja jurnalistik yang sesuai dengan ketentuan UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers, diberlakukan mekanisme sesuai dengan UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers sebagai lex specialis, bukan Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Untuk kasus terkait Pers perlu melibatkan Dewan Pers. Tetapi jika wartawan secara pribadi mengunggah tulisan pribadinya di media sosial atau internet, maka tetap berlaku UU ITE termasuk Pasal 27 ayat (3).
Dari SKB 3 Menteri tersebut dapat disimpulkan bahwa pasal pencemaran nama baik dalam UU ITE tetap merujuk pada Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP. Bukan merupakan pencemaran nama baik jika itu berupa cacian, ejekan, kata-kata tidak pantas, penilaian, pendapat, hasil evaluasi, atau sebuah kenyataan.
Demikian sekilas tentang pencemaran nama baik, semoga tulisan ini bermanfaat.
Apabila ada hal lain yang ingin ditanyakan seputar pencemaran nama baik, jangan ragu untuk hubungi kami.