Kasus sebidang tanah yang berada di Dusun Puspajati Desa Gunung Sari Kecamatan Seririt Kabupaten Buleleng Milik keluarga Made Astawa yang sempat di Isukan menyerobot akhirnya berbuntut panjang. Pasalnya Tim Lawyer keluarga Made Astawa tidak terima dengan tuduhan bahwa kliennya menyerobot tanah tersebut.
Tim Lawyer yang terdiri dari Ni Nyoman Armini, S.H dan Putu Yogi Pardita, S.H.,M.H menyampaikan kepada awak media dengan terang dan jelas serta menunjukkan barang bukti yang sudah di miliki oleh Kliennya.
Kepada awak media Armini menegaskan, bahwa kliennya dalam hal ini Made Astawa sekeluarga bukan menyerobot lahan yang infonya merupakan fasum di Desa Puspa Jati, Gunung Sari, Seririt.
“Kita selaku kuasa hukum menegaskan, bahwa klien kami hanya mempertahankan hak nya sebagai ahli waris. Bukan menyerobot,” tegas Armini selaku kuasa hukum keluarga Made Astawa di depan halaman Polres Buleleng Jl. Pramuka No.1, Banjar Jawa, Kec. Buleleng, Kabupaten Buleleng, Senin (22/06/2020).
Bermula dari sepuluh tahun silam. Dimana pada saat itu, Gede Suradnya yang saat itu menjabat sebagai perbekel hendak menyertifikatkan tanah tersebut. Namun ditolak oleh BPN/ATR. Karena tanah tersebut surat pajaknya atas nama keluarga kakeknya Made Astawa yaitu Wayan Guniarma.
“Akhirnya Gede Suradnya, meminta dengan bersurat ke klien kami (Made Astawa) agar memberikan hak terhadap tanah tersebut menjadi atas nama desa,” jelas Armini.
“Sampai muncul histori di tahun 1940, sedangkan mereka belum lahir pada saat itu. Klien kamipun juga tidak menceriterakan hal ini kepada kami. Lantas, apakah ada buktinya secara otentik berupa dokumen atau apapun yang menyatakan bahwa tanah tersebut sudah menjadi haknya desa ?,” terangnya.
Made Astawa pemilik tanah sekaligus mantan Perbekel Desa Gunung Sari yang didampingi oleh pengacaranya Ni Nyoman Armini, SH dan Putu Yogi Pardita, SH., saat akan melakukan pembongkaran terhadap bekas bangunan SD.N. 2 Gunung Sari pada Senin (22/6/2020) mengatakan, bahwa maksud dari pembongkaran tersebut karena lahannya akan dipergunakan dan juga mengingat bangunannya telah rusak berat serta tidak layak pakai.
“Sebidang tanah dari SD.N. 2 Gunung Sari ini adalah milik kakek saya Alm. Wayan Guniarma yang dipinjamkan ke Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng untuk dijadikan Sekolah Dasar (SD) oleh orang tua saya Almarhum Wayan Sena pada saat beliau menjabat sebagai Perbekel Desa Gunungsari tahun di tahun 1955 – 1968”, jelas Made Astawa.
“Pada tahun 2004 karena SD.N. 2 Gunung Sari kekurangan murid maka kemudian diregruping (penyatuan unit sekolah) ke SD.N. 3 Gunung Sari, sehingga sejak tahun 2004 resmi sudah tidak dipergunakan lagi sebagai Lembaga Pendidikan Sekolah Dasar”, lanjut Ni Nyoman Armini, SH.
Selain itu kami juga telah bersurat untuk memberitahukan kepada pihak-pihak terkait, sebelum menurunkan alat berat, termasuk kepada Polsek Seririt, kata pengacara yang lama malang melintang di Jakarta.
“Kami berharap semuanya dapat berjalan dengan aman dan lancar”, harap Atmini.
“Namun Saat kami datangkan alat berat ke lokasi ternyata disana sudah ada perbekel Gunung Sari dan mantan kepala desa Gunung Sari Gede Suradnya serta beberapa warga yang sebelumnya sudah disiarkan keling dengan menggunaka TOA. Warga diajak mendatangi lokasi untuk menghalagi kegiatan yang akan kami lakukan disana”, paparnya.
Di tempat dan waktu yang berbeda, wartawan TatgetNusa mengklarifikasi ke BPN/ATR dan langsung diarahkan ke Sie Penanganan Sengketa, Konflik dan Perkara Pertanahan dan ditemui oleh Dimas Setiaji Widodo, S.H., selaku Kasubsie.
Dimas menyampaikan, bahwa memang benar ada surat keberatan atas terbitnya sertifikat dari Perbekel Gunung Sari. Namun sudah lewat waktu.
“Pasal 86 ayat 2 menyatakan bahwa, untuk memberi kesempatan bagi yang berkepentingan mengajukan keberatan atas data fisik dan data yuridis mengenai bidang tanah yang dimohon pendaftarannya, maka Daftar Data Yuridis dan Data Fisik Bidang Tanah (daftar isian 201C) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan peta bidang tanah yang bersangkutan diumumkan dengan menggunakan daftar isian 201B di Kantor Pertanahan dan Kantor Kepala Desa/Kelurahan letak tanah selama 60 (enam puluh) hari,” terangnya.
Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
“Jadi jika setelah sertifikat keluar dan ada yang berkeberatan, silahkan dilanjut ke ranah hukum perdata yaitu pengadilan,” imbuhnya.
Ketut Sudiarsa, S.E selaku salah satu ahli waris saat menemui awak media TargetNusa di salah satu rumah makan di Denpasar Sabtu (26/06/2020), menyampaikan hal yang sama dan apa yang telah disampaikan oleh lawyer keluarganya bahwa keluarganya tidak menyerobot lahan tersebut.
“Kami tidak ada menyerobot lahan siapapun, kami hanya mempertahankan apa yang memang menjadi hak kami, dan kami hanya meluruskan mana yang benar dan mana yang salah itu aja tidak lebih dari itu”, jelasnya. (Red-TN)
sumber: targetnusa.com